MASA KECIL SAMSUL ARIFIN
Samsul arifin adalah seorang pemuda yang
dilahirkan di kota metropolitan, bagian barat dari pulau kalimantan
yaitu pontianak utara yang saat itu masih banyak pohon-pohon yang kian
meramaikan jalan-jalan raya, tepatnya hari jum’at 06 oktober 1993, Lahir
saat semua kaum pria melaksanakan shalat jum’at dengan tangisan penuh
haru. Dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang oleh ibunda Sutimah
dan seorang ayahanda H. Ridwan. Ia hidup dengan penuh kesederhanaan dan
belajar dengan motivasi lingkungan yang memprihatinkan. Ibunda berjuang
merawat empat anaknya yang dibantu anak yang paling tua. Setiap
selesai shalat subuh membuat kue yang akan dijualkan oleh anak kedua dan
anak ketiganya. Ayahanda yang berjuang banting tulang, peras keringat,
mencari nafkah untuk menafkahi anak-anak dan isteri tercintanya hingga
kerap kali pergi subuh dan pulang malam bahkan kadang tidak
pulang-pulang, sungguh mengharukan dan meyedihkan ungkapnya.
Arifin,
ya begitulah orang-orang memanggilnya, adalah anak ke lima dari delapan
bersaudara. Namun kakak tercintanya telah mendahuluinya kala ia belum
lahir. Kini ia hanya memiliki dua kakak (maimunah & ruwaida), dua
abang (rokib & fauzi) dan dua adik (fuad dan humairah). Nama samsul
arifin sebenarnya bukanlah sebuah nama yang dia anutnya sebab tanpa
disengaja seorang ayahnya telah menyiapkan nama jumiati kepadanya karena
lahir pada hari jum’at, tapi ternyata dia adalah seorang bayi laki-laki
sehingga nama samsul arifin diresmikan dengan diaqiqahkan, kenangnya
pada penulis.
Arifin dibesarkan dengan sentuhan rohani islam yang
terdidik dengan agama islam oleh kedua orang tuanya. Ia mulai bernafas
balita di daerah Seruni yang merupakan sebuah bagian daerah di kecamatan
pontianak timur dari pulau kalimantan barat hingga saat ini masih tetap
menumpang dengan orang tuanya disana. Masa kecilnya dibumbui dengan
kasih sayang ibu, ayah, kakak dan abangnya.
2. PENDIDIKAN SAMSUL ARIFIN
Arifin kini telah mengakhiri masa balitanya dan akan berlanjut untuk
belajar di sebuah sekolah dasar negeri 17 di Jl. Panglima a’im, tidak
jauh dari rumah ibundanya. Sekolah dasar negeri ini merupakan salah satu
sekolah yang sangat jarang sekali di pontianak sebab sekolah ini
terdiri dari satu bangunan luas yang bergabung dengan sekolah dasar
negeri 04. Meskipun sekolah dasar negeri 17 itu sudah dihapuskan dalam
tatanan sekolah dasar negeri di pontianak, tapi sekolah itu sudah
memberikan kesan indah yang tak akan lekang oleh waktu, ungkap pria
periang itu.
Disinilah seorang arifin memulai langkah barunya menuju
masa-masa paling indah. Ia bukanlah seorang anak yang cerdas. Selama
SD, dia tidak pernah mendapatkan sebuah ranking di kelasnya. Hanya saja
meskipun tidak pernah mendapatkan sebuah ranking tapi ia tetap selalu
naik kelas. Yang paling ia kenang adalah saat sekolah mengadakan sebuah
lomba busana muslim dalam rangka tahun baru islam, ia tergolong satu
dari tiga juara. “ya, mungkin itulah prestasi pertama yang saya
dapatkan” ungkapnya dengan canda.
Sekolah dasar telah ia lalui
dengan penuh perjuangan dan derai air mata. Kini ia beranjak untuk
mencari sekolah menengah pertama. Semua dari pihak keluarga sudah
memutuskan untuk menyekolahkan di sebuah Sekolah Menengah Pertama tidak
jauh dari rumahnya. Namun ibunda memberikan dua pilihan sekolah menengah
pertama yaitu Madrasah Tsanawiyah Darul Khairat bersama kakaknya dan
Sekolah Menengah Pertama Negeri 06. Ternyata ia memilih Madrasah
Tsanawiyah Darul Khairat, merupakan sebuah sekolah yang berbasis
pesantren yang sedang ditempati sebagai sekolah oleh kakaknya. Disinilah
ia mulai membentuk karakter pribadi insan penuh karya dan makna.
Sekolah menengah pertamanya atau sering sebut dengan pesantren telah
menuliskan sebuah kisah nyata kehidupan seorang samsul arifin. Setiap 30
menit sebelum azan shubuh petugas shalat jama’ah mulai mendinginkan
semangat tidurnya yang lelap. Laksana mentari yang padam ketika mencium
bau mendung. Tubuhnya terasa berat untuk melakukan aktifitas rutin
pesantren, namun mau tidak mau ia harus melakukannya. Satu minggu
bersama pesantren, ia merasa telah bertahun-tahun disana. Terpenjara
dalam keramaian para santri yang hidup mandiri. Ia terdidik dengan serba
mandiri, mandi sendiri, masak sendiri, bahkan mencuci baju pun sendiri.
Kebiasaan rutin pesantren ternyata tidak sesuai dengan keinginan
pribadi arifin, hingga akhirnya hari telah genap menjadi dua minggu di
pesantren. Tanpa disadari ia merasa telah dua tahun di pesantren. Rindu
tiada tanding kepada ayahanda, ibunda, adinda dan kandanya. Semua ia
tuangkan dalam tarian air mata yang kian membasahi pipinya ketika
melaksanakan shalat ashar. Rasa rindunya sedikit sirna ketika ia melihat
dari kejauhan, seorang ibu yang membawakan makanan dan segala
kebutuhannya. Dengan senyum manis, ia mencium tangan ibunya dan air
matanya pun mulai meleleh di pundaknya. Saat itu ia bicarakan tentang
ketidakbatahannya di pesantren. Namun dengan lemah lembut suara bunda
yang melemahkan keinginannya, ia akhirnya mengurungi niatnya.
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, arifin
akan menghadapi ujian. Sejak kelas satu MTs, kesadaran akan penting
sebuah ilmu telah merasuk dalam jiwanya sehingga ia sudah berulangkali
mendapatkan ranking bahkan juara umum saat semester pertama sebelum
meninggalkan kursi Mtsnya. Ujian akhir sekolahnya mendapatkan applaus
dari segenap jajaran guru di sekolahnya karena merupakan satu-satunya
siswa yang bernilai tinggi diantara siswa dan siswi lainnya.
Pribadi
samsul arifin saat itu telah menjadi alumni MTs Darul Khairat pada
tahun 2008. Namun terjadi silang pendapat antara dia dan ibundanya.
Ibunda memutuskan untuk memberhentikan sekolahnya lantaran ekonomi sudah
berada di ujung tanduk. Mendengarnya, arifin laksana disambar petir.
Sukses yang dicita-citakannya sudah tiada dan hanya tinggal harapan
semata, keputus asaannya telah berkumpul dalam satu keyakinan bahwa dia
tidak bisa melanjutkan studinya lagi ke jenjang Madrasah Aliyah Darul
Khairat. Rasa sedihnya kian menderu hingga tibalah hari itu dimana
ibundanya meminta izin kepada Kiai Suaidi Mastur (Pemimpin Pesantran
itu). Kiai sudah tahu masalah yang mereka sedang hadapi dan akhirnya
beliau memberikan suatu bantuan berupa dibebaskannya arifin dari biaya
pesantren dan sekolah. Rasa senangnya sungguh luar biasa, “Rasanya telah
terlahir kembali dari kematian”, ungkap pria puitis itu.
Di tahun
2008 merupakan awal kehidupan baru bagi arifin. Menata pribadi insan
penuh karya telah ia mulai saat kelas sembilan. Beberapa puisinya sudah
mendapat respon positif dari sahabat-sahabat dan guru-gurunya. Kegemaran
itu terus ia kembangkan. Di tahun pertama ia menginjakkan kaki di
Madrasah aliyahnya terbuka lah setapak arti sebuah kehidupan baginya.
Semangat belajarnya yang menggebu-gebu telah mengantarkannya sebagai
juara kelas dan pernah mendapatkan juara umum di sekolahnya. Prestasi
demi prestasi telah ia raih saat ia sekolah di Madrasah Aliyah hingga
suatu ketika ada suatu agenda school meeting yang merupakan agenda
tahunan, yang mempertemukan puluhan sekolah untuk mengadu potensi mereka
baik rohani maupun jasmani. Dari sekian banyak siswa ternyata dia
terpilih sebagai salah satu utusan dari sekolahnya untuk mengikuti
cabang lomba pidato bahasa inggris. Memang pada dasarnya ia suka belajar
bahasa inggris hingga sahabat-sahabatnya mencantumkan namanya sebagai
salah satu peserta. Ia kebingungan untuk menampilkan isi pidatonya
karena memang pada dasarnya ia tidak memiliki pengalaman-pengalaman yang
cukup untuk kontes ini. Penampilannya pada saat itu mendapat sambutan
tepuk tangan yang meriah dari para penonton yang mengantarkan sekolahnya
mendapatkan dua piala yaitu cabang lomba kaligrafi dan pidato bahasa
inggris. Rasa bahagianya begitu besar akan piala pertama yang ia
dapatkan hingga saat ini ia abadikan di rumahnnya.
Berbagai
rasa saat sekolah mengantarkan dia ke ujian nasional. Saat itu tingkat
belajarnya ia kembangkan dan doa selalu ia panjatkan. Hingga tiba
akhirnya ia ujian namun ujiannya tidak di sekolah yang biasa ia tempati
untuk sekolah melainkan di Madrasah Aliyah Negeri 1 pontianak. Disana ia
melihat banyak siswa-siswa yang berpakaian sangat rapi hingga ia iri
melihatnya. Ujian pun telah ia lalui hingga lulus dari sekolahnya.
Sembilan tahun telah ia lalui di bangku sekolah kini saatnya ia
menghirup bau kampus sebagai mitra pendidikannya. Namun lagi-lagi
masalah ekonomi menghadang niat sucinya. Hari itu orang tuanya
memutuskan untuk mengeluarkannya dari pesantren. Dalam perbincangan
hangat sang pemimpin pesantren memutuskan untuk tidak mengizinkan arifin
untuk mengucapkan selamat tinggal pesantren. Ia dituntut untuk mengabdi
terlebih dahulu. Akhirnya ia diundang oleh kepalah sekolah Mtsnya untuk
bergabung sebagai salah satu staff TU. Disini ia belajar berbagai hal
dari komputer, administrasi dan lain sebagainya. Hari-harinya selalu
disibukkan dengan tugas sekolah. Namun ia merasa bangga telah
mendapatkan kehormatan sebagai salah satu anggota kantor sekolah.
Tanpa terasa sembilan bulan telah ia lewati hingga akhirnya memutuskan
untuk mengistirahatkan diri dari pesantren. Awalnya ia tidak diizini
namun dengan alasan yang sangat tepat akhirnya kiai mengizinkannya. Rasa
lega telah ia miliki
dan niatnya ingin bekerja telah bulat dalam
tekad. Ia tetap aktif sebagai staf TU sekolah dan mengajar privat.
Pekerjaan itu membantunya untuk mendaftar kuliah yaitu di Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Pontianak.
3. PRIBADI SAMSUL ARIFIN
Samsul
arifin ketika SD belum sama sekali memiliki arah hidup yang mantap.
Namun ketika seragam sekolah menengah telah ia pakai mulailah ia
mengarahkan hidupnya ke jalan yang lurus dengan bercita-cita sebagai
puitis yang hebat, ternyata cita-cita ini ia ubah menjadi seorang guru
karena menurutnya profesi guru akan lebih bermanfaat, lagi-lagi dengan
pemikiran yang matang serta kritis ia mengubahnya untuk menjadi dosen
yang bisa berbagi motivasi dan ilmu kepada guru-guru muda yaitu
mahasiswa. Ia berusaha dan berjuang dengan motivasi para genius islam
yaitu “man jadda wajada” yang berarti barangsiapa yang
bersungguh-sungguh, ia akan sukses. Rasa itu ia luapkan dengan masuk di
berbagai organisasi seperti LDK Matimsya (merupakan organisasi internal
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak), Mata Hati Trainning Center
(MAHATREN) dan Remaja Mujahidin (RM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar